Jumat, 07 November 2014

UU NO 5 TAHUN 2014 TENTANG ASN DAN PPPK

Isi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 2014 adalah merupakan bagian dari Pokok-Pokok UU ASN yang berkaitan dengan Manajemen PPPK. PPPK Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja adalah merupakan bagian dari pegawai pemerintah yang Non dan dimulai di tahun 2014 ini.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pada Pasal 94 Ayat (4) seperti yang dilansir dari laman situs www.setkab.go.id berbunyi :"Penyusunan kebutuhan jumlah PPPK sebagaimana dimaksud dilakukan untuk jangka waktu minimal 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan, dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri."

UU ini menegaskan, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan persyaratan yang telah ditentukan juga.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Pengadaan dalam rangka penerimaan pendaftaran lowongan PPPK sebagaimana dimaksud, dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi PPPK. Adapun penerimaannya dilakukan melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan.

“Pengangkatan calon PPPK ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian, dengan masa perjanjian kerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja,” bunyi Pasal 98 Ayat (1,2) UU ini.

Apakah PPPK dapat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)? UU ini menjawab, PPPK tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi calon PNS. Untuk diangkat menjadi calon PNS, PPPK harus mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanakan bagi calon PNS, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bahkan belakangan ini juga ada kabar informasi terkait dengan penerimaan PPPK ini bahwa nantinya para peserta tes cpns honorer K2 tahun 2013 yang tidak lulus tes cpns akan diangkat menjadi pegawai PPPK, akan tetapi ini juga harus melalui seleksi juga. 

Gaji Tunjangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)

Mengenai hal ini juga berdasarkan pada UU No. 5/2014, maka pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PPK berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko pekerjaan. Selain gaji, PPPK dapat menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK, dilakukan dengan hormat adalah oleh karena hal seperti berikut ini :
  1. Jangka waktu perjanjian kerja berakhir.
  2. Meninggal dunia.
  3. Atas permintaan sendiri.
  4. Perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pengurangan PPPK.
  5. Tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban sesuai perjanjian kerja yang disepakati.
Pemutusan hubungan perjanjikan kerja PPPK dilakukan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena hal-hal sebagai berikut :
  1. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan tidak berencana.
  2. Melakukan pelanggaran disiplin PPPK tingkat berat atau tidak memenuhi target kinerja yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian kerja.
Terhadap PPPK ini, menurut Pasal 106 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa : 
  • Jaminan hari tua.
  • Jaminan kesehatan.
  • Jaminan kecelakaan kerja.
  • Jaminan kematian.
  • Bantuan hukum.
"Perlindungan berupa jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kemarian dilaksanakan sesuai dengan sistem jaminan sosial nasional,” bunyi Pasal 106 Ayat (2) UU tersebut yaitu yang terdapat pada keseluruhan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara ASN.

Honorer Bisa Jadi Pegawai Kontrak

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Banggai Syamsulrijal Poma mengatakan, dengan berlakunya Undang Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negera (ASN). Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banggai akan menyesuaikan dengan undang undang tersebut.
“Termasuk mekanisme PPPK yang akan yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian. Mekanisme ini secara langsung menghilangkan adanya tenaga honorer,” jelasnya pada Luwuk Post.
Ia mengatakan, ribuan tenaga honorer yang nantinya tidak lulus seleksi CPNS yang direncanakan akan diumumkan pada Rabu (5/2) nantinya akan diseleksi untuk diangkat menjadi PPPK berdasarkan kontrak kerja yang akan dibuat oleh pejabat pembinan kepegawaian. “Tentunya, pengangkatan pegawai PPPK ini akan mengacu pada tingkat kebutuhan pegawai,” ujarnya.
Meski begitu, pemerintah daerah tetap berupaya agar ribuan tenaga honorer itu dapat bekerja kembali di setiap isntansi pemerintah. “Upaya itu ada tergantung tingkat kebutuhannya, yang paling penting pemda harus mengikuti UU ASN itu. Misalnya, guru dan tenaga kesehatan pemerintah masih membutuhkan maka akan dinagkat sebagai pegawai PPPK. Tentunya, berdasarkan kontrak kerja yang akan dibuat oleh pejabat pembina kepegawaian,” jelasnya.
Namun, bagi yang tak terakomodir menjadi pegawai PPPK itu, dapat mengikuti seleksi CPNS umum yang akan dibuka dalam waktu dekat ini. “Kalau yang tidak terakomodir dapat ikut dalam seleksi CPNS umum,” tuturnya. (bd)

Nasib Pegawai Honorer Tak Jelas dalam UU ASN

Jauh-jauh dari Ponorogo, Rochmadi Sularsono datang ke Jakarta. Anggota Forum Perjuangan Honorer Indonesia (FPHI) ini tengah mempersoalkan UU No. 5 Tahun 2014. Ia menilai Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) itu diskriminatif terhadap pegawai honorer. Intinya, ia menganggap UU ASN tidak mengatur keberadaan pegawai honorer, seperti diatur Pasal 2 ayat (3) UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Secara khusus, pemohon memohon pengujian Pasal 2 hurufaij (asas manajemen ASN), Pasal 6 (jenis pegawai ASN), Pasal 58 (proses pengadaan PNS), Pasal 67 (Delegasi PP tata cara pengadaan dan tata cara sumpah PNS) dan Pasal 129 ayat (2) UU ASN (penyelesaian sengketa PNS). Misalnya, Pasal 6 menyebutkan Pegawai ASN terdiri atas a. PNS; dan b. PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

“Pasal-pasal itu membuat nasib pegawai honorer tidak jelas karena tidak ada pengaturan khusus bagi pegawai honorer atau pegawai tidak tetap (PTT),” ujar Rohmadi dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Senin (22/9).

Rochmadi didampingi Anggota FPHI lainnya, Marsono (Pegawai PTT SMAN Sampung Ponorogo) dan Arif Kusuma (Pegawai Guru Honorer SD Besuki Ponorogo).

Rochmadi mengatakan berlakunya UU ASN telah membatalkan UU Pokok-Pokok Kepegawaian yang membagi jenis pegawai negeri menjadi tiga golongan PNS, TNI/Polri, dan tenaga honorer. Perubahan istilah pegawai honorer menjadi PPPK ini bertentangan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sebab, UU Ketenagakerjaan menyebutkan pekerjaan yang sifatnya tetap tidak bisa dikontrakkan.

“PPPK sifatnya kontrak, setiap tahun bisa diperpanjang. Padahal, profesi guru, tenaga kesehatan, PTT, sifat pekerjaannya tetap,” ujar Rochmadi di hadapan majelis panel yang diketuai Wahidudin Adams.

Dia melihat melihat UU ASN banyak pertentangan aturan hukum termasuk dengan PP No. 11 Tahun 2002 tentang Pengadaan PNS dan PP No. 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS. Menurut dia berlakunya UU ASN menutup ruang tenaga honorer untuk bisa diangkat menjadi CPNS. Sebab, kata “pengadaan” dalam Pasal 58 UU ASN menyiratkan hanya untuk pelamar umum, tanpa hak khusus yang dimiliki tenaga honorer.

“UU ASN “mimpi buruk” bagi pegawai honorer nonkategori. Alih-alih mewadahi tenaga honorer, justru memunculkan PPPK, sebelum nasib tenaga honorer dipastikan. Aturan itu mematikan hak tenaga honorer seperti diamanatkan PP No. 56 Tahun 2012.”

“UU ASN mencerminkan ketidakpastian hukum yang adil dan diskriminatif yang bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945,” katanya.

Menanggapi permohonan, Wahiddudin Adams mempertanyakan legal standing pemohon apakah atas nama perorangan atau lembaga FPHI?. “Kalau mewakili forum itu, apa status forum itu berbadan hukum perkumpulan, yayasan, ormas? Ini harus diperjelas,” kata Wahid.

Dia juga menilai agar posita permohonan belum tergambar pertentangan normanya. Uraian permohonan lebih banyak menguraikan pertentangan dengan UU ASN dengan peraturan pemerintah. “Permohonan lebih banyak ‘curhatnya’ ya dan mengkaitkan dengan peraturan pemerintah,” kritiknya.

Dia mengingatkan UU ASN sebagai reformasi birokrasi sebagai pengganti UU Pokok-Pokok Kepegawaian, sehingga hanya mengenal PNS dan PPPK. Hal itu tidak bisa disamakan dengan aturan dalam UU Ketenagakerjaan. “Peraturan pemerintah yang masih mengacu UU Kepegawaian belum bisa diganti karena berlakunya UU ASN masih diberi tenggang waktu 2 tahun sejak diterbitkan,” katanya.

Anggota Majelis, Aswanto meminta pemohon menguraikan kerugian konstitusional dengan diberlakukannya pasal-pasal baik faktual maupun potensial. ”Ini harus betul-betul konkrit diurai dalam permohonan, kalau tidak berakibat permohonan kabur,” kata Aswanto.

Dia menyarankan agar permohonan ini mengatasnamakan perorangan saja karena FPHI belum memiliki AD/ART. “Bagian petitum yang banyak itu diubah dengan format petitum yang berlaku, pemohon bisa melihat contoh-contoh permohoan yang lazim di MK,” pintanya.

Panel lainnya, Patrialis Akbar juga menyarankan agar permohonan mengatasnamakan dua orang tenaga honorer yakni Marsono dan Arif Kusuma karena keduanya yang mengalami kerugian atau potensi. Sebab, pemohon Rochmadi sudah berstatus sebagai PNS, bukan tenaga honorer.

“Ya, memang nantinya pemohonnya bukan saya lagi, tetapi kedua tenaga honorer ini,” ujar Rochmadi usai persidangan menegaskan.


Share:

PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA (PPPK)

Bisnis Online,Mlm,Peluang Usaha,Peluang Bisnis,Multi Level Marketing

JAKARTA – Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang diatur dalam UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) bukan merupakan tenaga honorer yang versi baru, karena sebenarnya sejak tahun 2005 pemerintah sudah melarang pengangkatan tenaga honorer.

Demikian halnya dengan tenaga honorer kategori 2 (K2) yang tidak lulus tes, maka status mereka tidak bisa serta merta menjadi PPPK.  Dalam UU ASN, PPPK  merupakan pegawai profesional. “PPPK berbeda sama sekali dengan tenaga honorer. Jadi tenaga honorer kategori 2 yang tidak lulus tes CPNS tidak bisa serta merta ditetapkan menjadi PPPK,” ujar Deputi SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja di Jakarta, Rabu (07/01).


Dikatakan, untuk menjadi PPPK, pintu masuknya jelas, seperti halnya untuk CPNS. Harus melalui pengusulan dan penetapan formasi, kinerjanya juga terukur. PPPK juga mendapatkan remunerasi, tunjangan sosial, dan kesejahteraan mirip sama dengan PNS. Karena itu, setiap instansi yang mengangkat harus mengusulkan kebutuhan dan formasinya, kualifikasinya seperti apa, serta harus melalui tes.

PPPK, seperti diatur dalam UU ASN adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. “PPPK berhak memperoleh gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi,” tambah Setiawan.

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Eko Soetrisno mengatakan, tenaga honorer kategori 2 yang tidak lulus tes, nantinya tergantung instansi atau pemerintah daerah masing-masing. Yang pasti, instansi yang punya K2 harus punya database. Hal ini menjadi PR bersama pemerintah pusat dan pemda. Setiap instansi yang mempekerjakan seseorang, harus jelas jenjang karirnya. “Bukan hanya masalah status, tapi kesejahteraannya juga harus diperhatikan,” tuturnya. (bby/HUMAS MENPANRB)


Terimakasih Sahabat... Telah berkenan berkunjung dan membaca salah satu artikel dari situs personal saya di www.dadangjsn.blogspot.com, untuk melihat revisi/perbaikan dari artikel berikut (jika diperlukan) silahkan kunjungi kembali publikasi terupdate dari artikel berikut ini di: http://dadangjsn.blogspot.com/2014/01/pegawai-pemerintah-dengan-perjanjian.html#ixzz3IOCz8bx8